Selamat Datang di Blog Meteorologi Pulau Morotai
toolbar powered by Conduit

PETA

PETA



Daftar Kecamatan
  1. Morotai Jaya
  2. Morotai Selatan
  3. Morotai Selatan Barat
  4. Morotai Timur
  5. Morotai Utara
Sejarah Pulau Morotai
Pulau Morotai terletak di ujung Utara Kabupaten Halmahera Utara dan merupakan bagian dari Provinsi Maluku Utara. Secara geografis Pulau Morotai terletak di antara 200 sampai dengan 240 Lintang Utara dan 12815 sampai dengan 12848 Bujur Timur. Pulau Morotai berbatasan dengan Samudera Pasifik di sebelah Utara, Laut Halmahera di sebelah Timur, Selat Morotai di sebelah Selatan dan Laut Sulawesi di sebelah Barat.

Luas wilayah Pulau Morotai adalah 2.474,94 kilometer persegi atau 10 persen dari luas wilayah daratan Kabupaten Maluku Utara. Secara administratif, Pulau Morotai sejak tahun 2002 termasuk ke dalam administrasi pemerintahan Kabupaten Halmahera Utara dengan ibukota kabupaten di Tobelo, dan tahun 2009 bulan Januari Pulau Morotai telah resmi menjadi Kabupaten.

Tekstur tanah di Pulau Morotai pada umumnya halus dan daerah dengan tekstur sedang berada di sebelah Timur. Sebagian besar luas Kota Daruba merupakan lahan pertanian atau perkebunan rakyat berupa kebun kelapa dan kebun campuran. Sedangkan penggunaan lahan untuk fisik (permukiman, perkantoran dan fasilitas ekonomi) hanya seluas 79,64 Ha atau 3,92 persen dari luas wilayah kota. Penggunaan lahan lainnya adalah lapangan terbang seluas 15 hektar, empang, kawasan hutan lindung dan sebagainya. Seperti umumnya kota-kota yang terletak di pesisir pantai, maka pola penggunaan lahan di Kota Daruba cenderung linier mengikuti pola garis pantai. Pada bagian pesisir terutama didominasi oleh bangunan fisik, sedangkan kegiatan pertanian cenderung ke arah perbukitan di sebelah Timur dan Utara kota.

Jumlah penduduk Pulau Morotai secara keseluruhan sebanyak 58.720 jiwa yang tersebar pada 47 desa. Mata pencaharian penduduk sebagian besar sebagai petani dan nelayan (lebih dari 60 persen), sedangkan mata pencaharian lainnya adalah pedagang, Pegawai Negeri Sipil dan TNI/Polri.

Jenis produksi tanaman pangan di Pulau Morotai antara lain padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, buah-buahan dan sayuran.
Untuk menuju ke Pulau Morotai hanya dapat ditempuh dengan sarana transportasi laut ke Kota Daruba. Perjalanan ke Morotai ditempuh dengan menggunakan kendaraan speedboat dari Ternate ke Sidangoli dengan waktu tempuh 1 jam, selanjutnya dengan kendaraan darat sampai ke Tobelo dengan waktu tempuh 3 jam, dan dari Tobelo dengan speedboat ke Morotai dengan waktu tempuh 1,5 jam.

Prasarana dan sarana transportasi darat menuju ke desa-desa maupun antarkecamatan sudah ada dan dalam kondisi baik. Terminal penumpang umum terdapat di Kota Daruba dengan sejumlah armada angkutan darat yang melayani penumpang. Namun demikian, akibat terjadinya konflik sosial pada tahun 2000 yang lalu, aktifitas terminal dan armada angkutan darat untuk sementara sampai saat ini tidak berjalan. Sebagian jalan dan jembatan juga rusak akibat kerusuhan.

Prasarana transportasi laut dengan kategori pelabuhan yang tidak diusahakan terdapat di Kota Daruba, ibukota Kecamatan Morotai Selatan. Volume bongkar muat barang pelayaran dalam negeri untuk perdagangan antarpulau di Pelabuhan Daruba tahun 2002 yang dibongkar 6.525 Ton, dan yang dimuat 33.718 ton.

Meskipun Pulau Morotai memiliki lapangan terbang bekas peninggalan perang dunia II yang memiliki 7 jalur landasan pacu dengan panjang masing-masing 3 km, namun jalur transportasi udara khususnya angkutan penumpang umum sampai saat ini belum dapat beroperasi secara rutin disebabkan belum adanya penerbangan umum yang secara permanen melayani jalur penerbangan ke dan dari Pulau Morotai. Lapangan terbang yang ada saat ini dikelola sebagai pangkalan udara oleh TNI AU dan beberapa kali didarati pesawat terbang umum dari dan ke Ternate yang lebih banyak digunakan untuk sarana angkutan perniagaan.

Laju pertumbuhan ekonomi Morotai dari tahun 1996 sampai dengan 2002 rata-rata sebesar 1,35 persen pertahun. Hal ini ditunjukkan oleh perkembangan PDRB dari tahun 1996 sebesar Rp 30.131.280,00 menjadi Rp 37.567.320,00 pada tahun 2002.

Sedangkan tingkat pendapatan perkapita Morotai rata-rata sebesar Rp 802.325,00, dengan nilai tertinggi terdapat pada Kecamatan Morotai Utara.


Percobaan pesawat Hercules milik TNI AU mendarat di Lanud Pitu, Morotai, lepas maghrib, Selasa (3/8), menunjukkan bahwa bandara itu siap untuk aktivitas ekonomi yang berkesinambungan.

Edna C Pattisina


Waktu baru menunjukkan pukul 18.42 WIT. Seluruh badan pesawat Hercules tipe Cargo-130 B bernomor sayap A 1313 bergetar keras. Lepas dari Bandara Sultan Babullah, Ternate, Maluku Tengah, Hercules milik TNI AU kini mendarat di Pangkalan Udara Pitu, Morotai, Maluku Utara.

Misi yang dipimpin instruktur pilot Mayor (Pnb) Kusmayadi dari Skuadron 32 ini relatif sederhana: mendarat lalu terbang malam ke dan dari Morotai di tepi Lautan Pasifik itu.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Erris Herryanto mengakui, dari segi teknis, tidak ada yang krusial dengan pendaratan malam. Namun, pendaratan ini lebih untuk menyampaikan ”pesan” bahwa pertahanan digunakan untuk mendukung ekonomi. Menurut Erris, pengembangan wilayah perbatasan menjadi prioritas dari konsep pertahanan untuk ekonomi itu.

Dari segi ekonomi, potensi Morotai memang lebih banyak dimanfaatkan negara-negara tetangga daripada warga Morotai. Padahal, menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Morotai Ismail, potensi perikanan mencapai 61.167 ton per tahun. ”Itu baru bisa diambil maksimal 20 persen,” kata dia.

Bagaimana bisa maksimal jika nelayan Indonesia dengan perahu kecil sejenis ketinting dan sampan berdaya jelajah 3-4 mil itu harus berhadapan dengan kapal ikan besar milik nelayan Filipina, Taiwan, Thailand, dan China yang bisa membawa 20 ton-50 ton sekali angkut. Mereka tidak hanya hadir di laut lepas, tetapi sampai masuk ke batas teritorial 12 mil. Tidak heran kalau cuaca buruk, ada kapal-kapal yang merapat. TNI Angkatan Laut hanya punya pos dengan perahu karet, sementara kepolisian tidak ada sama sekali. ”Kapal-kapal dari luar negeri itu banyak yang bawa senapan, seperti M16,” ujar Komisaris Polisi Ramli, perwira penghubung di Morotai.

Padahal, selain ikan kerapu hitam yang mahal, laut seputar Morotai penuh dengan cakalang dan tuna yang berat per ekornya rata-rata 150 kilogram. Ini belum termasuk mutiaranya. Namun, di tengah lumbung ”emas” itu, para nelayan hanya menangkap untuk keperluan rumah tangga dan dijual di desa saja karena tidak ada pabrik es. Fasilitas ruang pendingin pun hancur gara-gara kerusuhan beberapa waktu silam.

Morotai memang ibarat mutiara yang dibiarkan terbenam di lumpur. Dari segi pertahanan pun, pulau di bibir Samudra Pasifik ini terhitung sangat strategis. Tidak heran, di pulau inilah di bawah komando Panglima Divisi VII AS Jenderal Douglas MacArthur, pada masa Perang Dunia Ke-2, menggalang kekuatan untuk menggempur Jepang. Ada tujuh landasan pacu yang selama beberapa bulan ini menerima pendaratan 63 batalion sejak 15 September 1944.

Saat ini, dari tujuh landasan pacu itu, sudah ada dua yang diperbaiki TNI AU. Dari 3.000 meter panjang landasan, yang telah diperbaiki sepanjang 2.400 meter dengan lebar 30 meter. Komandan Pangkalan Udara Pitu Mayor (Lek) Sadewo menjelaskan, ada pesawat sipil dari Express Air dan Merpati yang kadang-kadang mendarat. ”Tapi, tidak ada jadwalnya,” kata Sadewo.

Erris mengakui, kepentingan militer menjadi alasan nomor dua setelah kepentingan ekonomi. Hal itu tentunya masih berhubungan dengan semakin memanasnya Laut China Selatan saat China semakin mengintensifkan kekuatan AL-nya,

Bupati Pulau Morotai Sukemi Sahab berterima kasih atas uji coba penerbangan malam itu. Ia berharap, hal itu bisa menunjukkan bahwa Morotai memiliki infrastruktur untuk ekspor hasil laut langsung ke luar negeri.

Sumber : KOMPAS

CHATTING

Create a Meebo Chat Room